DiKampung Bitai banyak terdapat makam yang diyakini sebagai keturunan Turki, dan Suriah di Kampung Surin. Syeikh Abdurrauf As-Singkili tapi juga menulis hasil karyanya sendiri. Salah satu tulisannya yang terkemuka adalah Risalah Masailal li Ikhwanil Muhtadi yang telah dijadikan sebagai buku pedoman utama tak hanya di Aceh tapi juga di Boestami et.al., Aspek Arkeologi Islam: tentang Makam dan Sunan Syekh Burhanuddin Ulakan (Padang: Proyek Pemugaran dan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, P & K Sumatra Barat, 1981). Mistik Islam Syeikh Abdurrauf al-Singkili (Semarang: Penerbit Bendera, 1999). Katanya kemakmuran dan kekayaan Kerajaan Aceh pada masa itu adalah peristiwa pembuatan makam atau nisan persembahan Sultanah Safiatuddin Syah untuk suaminya, Sultan Iskandar Thani. BIOGRAFI SYEKH ABDURROUF AS-SINGKILI Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seoran Namalengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Selain penasihat empat Sultanah di Kerajaan Aceh, ia juga termasuk ulama yang paling aktif menulis kitab sepanjang abad di berbagai bidang ilmu berjumlah kurang lebih 38 judul kitab. (berguna) yang berisikan 50 wasiat pengajaran (poin) Syekh Abdurrauf HRPmenandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana SyekhKuala dikenal menguasai banyak bidang ilmu Friday,18 Jumadil Akhir 1443 / 21 January 2022 Jadwal Shalat. Mode Layar. Al-Quran Digital. Indeks. Networks retizen.id repjabar.co.id repjogja.co.id. Kanal News. Politik Hukum Pendidikan . K ompleks pemakaman orang tua Mufti Kesultanan Aceh tersebut, terlihat tidak terawat. Jalan masuk becek, serta tidak ada penanda jika puluhan meter dari pinggir sungai Lae Cinendang, itu ada situs sejarah. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, sepertinya belum tergerak untuk merawat jejak sejarah yang masih tersisa tersebut. Air sungai Lae Cindang di belakang permukiman penduduk Desa Tanjung Mas, Kecamatan Simpang Kanan, Aceh Singkil, terlihat tenang, Rabu 30/10/2019. Sesaat kemudian, air sungai tersebut beriak karena terdorong oleh perahu kecil berpenggerak mesin 5 Paardenkracht Pk. Tengah hari itu, Serambi di temani Warman, warga Lipat Kajang, Kecamatan Simpang Kanan, yang kini bermukim di Lae Butar, Kecamatan Gunung Meriah, naik perahu. Sekitar 10 menit perahu sudah menepi di dekat jalan setapak. Di sana ada tiga perahu milik petani kelapa sawit tertambat. Ketika menginjakan kaki di pinggir sungai, terlihat dari jarak sekitar 30 meter dua bangunan beratap seng. Bangunan itu merupakan makam Ali Fansury, ayahanda Syekh Abdurrauf As-Singkily. Nama Ali Fansury tertulis jelas di pelang nama yang digantung di atas kuburan tersebut. Sementara bangunan kedua diyakini merupakam kuburan ibunda Syekh Abdurrauf As-Singkily. Sayangnya, tidak ada keterangan nama yang tertera dalam kuburan tersebut. Kuburan Ali Fansury, menggunakan nisan bulat. Sementara kuburan di sebelahnya berbatu nisan pipih berelief. Di kebun sawit itu juga terdapat dua kuburan lain dengan batu nisan berbeda dari umumnya. Letaknya di pinggir jalan setapak menuju pintu masuk kuburan ayahanda Syekh Abdurrauf. Dua kuburan tersebut dipercaya merupakan pengawal Ali Fansury, semasa hidup. Dugaan itu mendekati kebenaran, lantaran posisi kuburan seakan menjaga pintu masuk makam ayahanda Syekh Abdurrauf. K ompleks pemakaman orang tua Mufti Kesultanan Aceh tersebut, terlihat tidak terawat. Jalan masuk becek, serta tidak ada penanda jika puluhan meter dari pinggir sungai Lae Cinendang, itu ada situs sejarah. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, sepertinya belum tergerak untuk merawat jejak sejarah yang masih tersisa tersebut. Cukup sulit mencari orang yang mengetahui sejarah dari makam ayahanda Syekh Abdurrauf tersebut. Begitu juga dengan asal usul Ali Fansury. Warga yang ditemui Serambi di sekitar pemakaman Ali Fansury, juga mengaku tidak tahu. "Orang yang tahu sejarah makam ini, sudah meninggal. Tapi, kita coba temui Imam Masjid Tanjung Mas, beliau mungkin banyak tahu," kata Warman. Imam Masjid Tanjung Mas, Kadiani 60, sedang duduk di teras rumah ketika Serambi, mendatanginya pada hari itu. Keturunan Raja Tanjung Mas itu, menceritakan makam Ali Fansury, dulunya masuk dalam Kerajaan Suro. Berdasarkan cerita turun temurun dari para leluhurnya, Kerajaan Suro sudah kosong sebelum masuk era Penjajahan Jepang. Sayangnya, Kadiani tak tahu persis penyebab Kerajaan Suro yang kini bekas wilayahnya masuk Desa Tanjung Mas, kosong ditinggalkan penduduk. "Tempat kuburan Ayahanda Syekh Abdurrauf, dulunya masuk Kerajaan Suro. Sekarang masuk Desa Tanjung Mas," kata Kadiani. Mengenai asal usul Ali Fansuri, Kadiani memiliki kisah yang hampir sama dengan yang diceritakan oleh masyarakat sekitar Tanjung Mas umumnya. Ali Fansury berasal dari salah satu wilayah di Sumatera Utara, dengan marga Lembong. Alkisah, pada suatu masa ada raja zalim. Di kerajaan itu, tinggal keluarga Ali Fansury. Pada saat istri Ali Fansury, mengandung Syekh Abdurrauf, banyak ternak babi mati mendadak. Atas kejadian tersebut, rakyat mengadu kepada sang raja. Lalu dipanggilah dukun untuk mengetahui penyebabnya. Dari keterangan dukun, ada perempuan mengandung yang membuat ternak babi mati. Maka raja, memerintahkan mencari dan membunuh semua perempuan hamil. Dalam musyawarah itu, hadir ayahanda Syekh Abdurrauf. Mengetahui hal itu, ia lantas mengajak sang istri yang sedang hamil beserta kedua anaknya kakak kandung Syekh Abdurrauf-red yaitu Waliyul Fani dan Aminudin melarikan diri. "Dalam pelarian itu, sampailah di Kerajaan Suro, dan menetap," kisah Imam Masjid Tanjung Mas, Kadiani. Kisah ini boleh jadi memiliki versi lain. Namun, paling penting, Kadiani berharap Pemkab Aceh Singkil, segera membangun jembatan dan memperbaiki jalan menuju pemakaman ayahanda Syekh Abdurrauf As-Singkili, serta membangun gapura di pintu masuk agar masyarakat mengetahui ada makam orang tua ulama besar di Tanjung Mas. dede rosadi Syekh Abdurrauf Singkil - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala.Masa muda dan pendidikan Abdurrauf Singkil lahir di Singkil, Aceh pada 1024 H/1615 M, beliau memiliki nama lengkap Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam. Tercatat sekitar 19 guru pernah mengajarinya berbagai disiplin ilmu Islam, selain 27 ulama terkemuka lainnya. Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha Doha di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Mekah, dan Madinah. Studi keislamannya dimulai di Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al karya Sepanjang hidupnya, tercatat Syiah Kuala sudah menggarap sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari satu kitab tafsir, dua kitab hadis, tiga kitab fikih, dan selebihnya kitab tasawuf. Bahkan Tarjuman al-Mustafid Terjemah Pemberi Faedah adalah kitab tafsir Syiah Kuala yang pertama dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu. Namun di antara sekian banyak karyanya, terdapat salah satu yang dianggap penting bagi kemajuan Islam di nusantara, yaitu kitab tafsir berjudul Tarjuman al-Mustafid. Kitab ini ditulis ketika Syiah Kuala masih berada di Aceh. Kitab ini beredar di kawasan Melayu-Indonesia, bahkan luar negeri. Diyakini banyak kalangan, tafsir ini telah banyak memberikan petunjuk sejarah keilmuan Islam di Melayu. Selain itu, kitab tersebut berhasil memberikan sumbangan berharga bagi telaah tafsir Alquran dan memajukan pemahaman lebih baik terhadap ajaran-ajaran Islam. Karya tulis Syekh Abdurrauf kini masih bisa ditemukan di Pustaka Islam, Seulimum, Aceh Besar. Hal ini merujuk pada buku yang dikarang Teuku Ibrahim Alfian berjudul Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik yang berdasarkan hasil penelitian Al Yasa’ Abubakar. Disebutkan dalam tulisan itu, karya tulis As-Singkili lebih kurang mencapai 36 buah kitab. Bahkan salah satu kitab yang dikarangnya diabadikan oleh Profesor A. Meusingge dalam buku yang wajib dibaca mahasiswa Koninklijke Academic Delft, Leiden. Di dalam buku tersebut diulas isi kitab As-Singkili yang berjudul Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari'yyah li al Malik kerajaan Selain sebagai penulis yang produktif, Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercayakan sebagai mufti kerajaan Aceh pada masanya. Pengaruhnya sangat besar dalam mengembangkan Islam di Aceh dan meredam gejolak politik di kerajaan tersebut. Salah satu kebijakan populis pada abad pertengahan adalah restunya terhadap kepemerintahan ratu-ratu di Syattariyah Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh untuk Tarekat Syattariyah Ahmad al-Qusyasyi adalah salah satu gurunya. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta'wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun dan karya Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru kepadanya banyak dan berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal ialah Syekh Burhanuddin Ulakan dari Pariaman, Sumatera Barat dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Azyumardi Azra menyatakan bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin. Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu. Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin. Mawa'iz al-Badî', berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak. Tanbih al-Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh. Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud, memuat penjelasan tentang konsep wahdatul wujud. Daqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi. Wafat Abdurrauf Singkil meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh. Namanya kini dilakabkan menjadi nama Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah. Universitas itu berada di Darussalam, Banda makam Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercaya memiliki dua makam. Satu berada di Desa Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Satu lagi di Desa Kilangan, Singkil. Makam di Singkil berada di bibir Krueng Singkil. Banyak peziarah mendatangi makam ini, baik dari Aceh maupun dari luar daerah seperti Sumatera Barat. Sementara di Banda Aceh, lokasi makam Syiah Kuala berada di bibir Selat Malaka. Seperti halnya di Singkil, lokasi makam ini juga banyak dikunjungi peziarah. Bahkan makam dijadikan sebagai lokasi wisata religi di Tanah Rencong oleh pemerintah daerah. Sumber Beranda / Berita / Aceh / Sejarawan Aceh Ungkap Fakta Kebenaran Posisi Makam Syekh Abdurrauf As Singkili Sabtu, 25 Februari 2023 2300 WIB Font Ukuran - + Reporter Sejarawan sekaligus Arkeolog Aceh, Dr Husaini Ibrahim MA. [Foto Net] Banda Aceh - Di Aceh, terdapat dua makam yang masing-masing diyakini sebagai makam Syekh Abdurrauf As Singkili. Satu berada di Aceh Singkil, dan yang satunya lagi di Syiah Kuala, Banda Aceh Singkil, lokasi makam berada di bibir sungai Singkil, sementara di Syiah Kuala Banda Aceh, makam Syekh Abdurrauf berada di bibir pantai Gampong Syiah Kuala. Baik di Singkil, maupun di Banda Aceh lokasi makam ini banyak dikunjungi peziarah. Bahkan lokasi makam salah satu ulama besar Aceh ini dijadikan wisata religi oleh pemerintah daerah hal demikian, Sejarawan sekaligus Arkeolog Aceh, Dr Husaini Ibrahim MA mengatakan bahwa makam Syekh Abdurrauf As Singkili yang benar itu yang berada di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda hal ini, lanjutnya hanya ada satu versi yang benar mengenai makam Syekh Abdurrauf As Singkili. Itu sudah beredar surat dari Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh yang saat itu dijabat oleh Prof Ali Dalam surat itu menyatakan Makam Syekh Abdurrauf yang ada di Aceh Singkil itu bukan Makam beliau. Yang benar adalah yang ada di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala. Maka disebutlah Makam syekh Abdurrauf Assingkili atau nama lain Syiah Kuala. "Maqam Syekh Abdurrauf yang menjadi Malikul Qadhi Ahdi Kerajaan Aceh itu berada di Jalan Syiah Kuala sekarang," kata Husaini Ibrahim kepada Reporter Sabtu 25/2/2023.Sejarawan Aceh ini juga menjelaskan mengenai sejarah kronologi makam Syekh Abdurrauf Assingkili yang pernah menjadi Malikul Ahdi Kerajaan Aceh yang dianggap berada di Aceh kata dia masyarakat Padang yang berasal dari bagian museum dan purbakala Muskala pernah pergi ke Aceh untuk berjumpa dengan dinas pendidikan dan kebudayaan Aceh. Mereka meminta untuk mendirikan cungkup bangunan makam di Makam Syiah Kuala yang ada di Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala. Saat itu, orang Aceh tidak memberikan izin karena mereka ingin mendirikan bangunan mereka di Makam Syiah Kuala. Mereka mencari cara agar supaya bisa dikatakan bahwasanya Syekh Abdurrauf Assingkil itu keturunan dari mereka. Jadi dibuatlah di Aceh Singkil. Kata masyarakat kampung disana sebelumnnya disana hanya ada makam biasa dan ada bangunannya juga. Setelah setelah kejadian itu orang Padang datang membersihkan Makam yang berada di pinggir sungai tersebut kemudian didirikan bangunan. "Setelah direnovasi barulah orang Padang beramai-ramai datang berziarah kesana hingga saat ini," ujarnya. Husaini juga menceritakan saat dirinya bertanya kepada penjaga makam Syekh Abdurrauf Assingkili yang berada di Singkil. Penjaga mengatakan bahwa yang Makam yang benar berada di Bandq Aceh. Dirinya menjelaskan bahwa nama pemilik makam ini kebetulan sama dengan Syekh Abdurrauf Assingkili. Mereka hidup hampir bersamaan dan berguru dalam satu guru yang sama."Itu versi orang jaga Makam yang betul adalah ketika Syekh Abdurrauf sampai ke Banda Aceh dan menjadi Malikul Qadhi Ahdi Kerajaan Aceh. Itu makannya berada di Jalan Syiah Kuala sekarang. Itu versi dari penjaga makam," Husaini, MA berharap dengan adanya penjelasan ini dapat meluruskan pemahaman ini semua. Makam yang berada di Banda Aceh itu penulisan nama Syekh Abdurrauf Assingkili berada di Batu Nisan. Sedangkan di Aceh Singkil, nama Syekh Abdurrauf Assingkil tertulis hanya di Pintu depan Makam saja bukan di Nisannya. "Ini jelas bahwa Yang Makam yang di Aceh Singkil itu baru dibuat karena di Batu nisan tidak tertulis nama Syekh Abdurrauf Assingkili," pungkasnya. Keyword MAKAM SYEKH ABDURRAUF AS SINGKILI SYIAH KUALA Berita Terkait Dua Versi Makam Ulama Aceh Syiah Kuala, Rektor UTU Ahli Sejarah Wajib LuruskanBPDPKS Kementrian Keuangan RI Kunjungi ARC PUIPT Nilam Universitas Syiah KualaKerjasama dengan Disbudpar Aceh, BEM FISIP USK Ingin Wujudkan Desa Suka Tani Jadi Desa WisataDisbudpar Aceh dan ISAD Aceh Saweu Makam Syiah Kuala Komentar Anda

makam syekh abdurrauf as singkili